BagusNews.com –
‘Rumah DP Nol Rupiah’ milik Anies Baswedan jadi program andalan saat ia berkampanye hingga mengantarnya menjadi Gubernur Provinsi DKI Jakarta. Saat kampanye, Anies yang berpasangan dengan Sandiaga Uno menggadang-gadang program hunian tanpa uang muka tersebut untuk membantu masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Aturan mengenai batasan penghasilan penerima manfaat Rumah DP Nol Rupiah tertuang dalam Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 855 Tahun 2019 tentang Batasan Penghasilan Penerima Manfaat Fasilitas Pembiayaan Perolehan Rumah Bagi MBR.
Dalam aturan tersebut, warga yang berhak menerima program adalah rumah tangga dengan penghasilan maksimal Rp7 juta per bulan. Tapi, nampaknya program ini mengalami perubahan. Anies telah menaikkan batas gaji maksimal warga menjadi Rp14,8 juta, sesuai dengan Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 588 Tahun 2020.
Menurut aturan ini, warga dengan penghasilan maksimal Rp14.800.000 per bulan berhak mendapatkan manfaat dari program tersebut. Jadi, kini lebih banyak orang yang bisa ikut program ini.
Kalau kita lihat di laman Pendaftaran Rumah DP Nol Rupiah, harganya bervariasi tergantung lokasinya. Di Jakarta Timur-Pondok Kelapa-Nuansa Pondok Kelapa-Menara Samawa, harganya mulai dari Rp184,8 juta hingga Rp341,7 juta. Di Jakarta Utara-Pademangan-Bandar Kemayoran-Blok A4 dan A5, harganya Rp285,1 juta untuk ukuran 27 meter. Sementara di Jakarta Barat-Cengkareng Timur-Sentraland Cengkareng-Tower Bunaken, harganya Rp198,4 juta untuk ukuran 22,30 meter.
Nah, gimana nih realisasi program Rumah DP Nol Rupiah saat ini?
Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2017-2022, awalnya Anies berencana membangun 232.214 unit rumah DP Nol Rupiah. Tapi, targetnya kemudian diturunkan menjadi 9.081 unit, menurut Rencana Pembangunan Daerah (RPD) DKI Jakarta 2023-2026. Alasannya, katanya sih bukan menurunkan target, tapi lebih ke merasionalisasikan. Sekretaris Daerah DKI Marullah Matali bilang bahwa pandemi Covid-19 membuat pembangunan rumah terhenti selama dua tahun terakhir.
Menurut Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman DKI Jakarta Sarjoko, saat ini baru ada 2.322 unit rumah DP Nol Rupiah yang sudah terbangun. Tapi, Gilbert Simanjuntak dari Komisi B DPRD DKI Jakarta malah ngomong bahwa Anies nggak bisa diharapkan dalam program rumah DP Nol Rupiah. Dia malah menyebut Anies tidak dapat dipercaya. Dia ngerasa keputusan Anies menurunkan target sampai 9.000 unit menunjukkan ketidak-konsistensiannya.
Menurut Gilbert, program Rumah DP 0 Rupiah sepi peminat karena masyarakat kelas bawah masih kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari, apalagi kalau harus mencicil kredit rumah. Dia juga ngomong bahwa bank enggak berani memberikan kredit rumah karena sering ada masalah sama orang yang dapat kemudahan dalam membeli rumah.
Ternyata, siasat Anies menaikkan batas upah bagi pembeli Rumah DP 0 Rupiah hingga Rp14 juta enggak berhasil. Soalnya, masyarakat dengan penghasilan segitu nggak akan mau beli rumah dengan kualitas yang disediakan program Rumah DP Nol Rupiah.
Menurut Pengamat Properti Anton Sitorus, masyarakat sebenarnya punya minat besar terhadap program Rumah DP Nol Rupiah, cuma Pemprov DKI Jakarta kurang melakukan sosialisasi yang jelas. Dia ngerasa kalo Pemprov bener-bener jelasin lokasi, cara dapetin, dan persyaratannya, pasti masyarakat bakal berduyun-duyun ikutan.
Dia juga ngerasa kalo lokasi Rumah DP Nol Rupiah yang baru tersebar di beberapa titik jadi penyebab rendahnya minat masyarakat. Anton bilang kalo Pemprov punya target 230 ribu unit rumah, seharusnya mereka menyediakan lahan di mana-mana.
Anton bilang harga Rumah DP Nol Rupiah yang ditawarkan udah pas. Cuma, program Anies ini sejak awal dinilai enggak realistis karena jumlah target dengan lahan yang disediakan enggak sebanding. Dia ngerasa ke depannya, Pemprov DKI Jakarta harus bikin target yang realistis dan jelas.
Trus, gimana nih pengalaman masyarakat yang jadi penerima program DP 0 Rupiah?
Yono, salah satu penerima program rumah DP 0 rupiah di Pondok Kelapa, Jakarta Timur, punya keluhan terhadap pihak developer. Dia ngomong kalo sebagian dinding rumahnya udah retak dari awal ditempati, padahal rumahnya masih baru. Dia udah minta diperbaiki dari dulu, tapi sampe sekarang belum diperbaiki.
Selain dinding retak, atap rumahnya juga bocor. Baru dalam sebulan terakhir diperbaiki setelah dia ngomongin keluhannya ke temennya yang kenal sama Dinas Perumahan dan Permukiman DKI Jakarta.
Dia juga ngerasa masalah lainnya adalah masyarakat sekitar rumahnya sering bakar sampah, bikin polusi. Udah sering dia ngomong ke penjaga keamanan, tapi masyarakat tetap aja bakar sampah di depan rumahnya.
Walaupun punya keluhan soal bangunan, Yono ngerasa enggak ada kendala waktu mendaftar jadi penerima program Rumah DP Nol Rupiah. Cuma butuh 2 bulan dari mulai daftar sampe bisa tempatin rumah.
Yono melewati dua tahap pengecekan, yaitu kredit dan statusnya sebagai karyawan. Dia dicek ke HRD buat konfirmasi kalo dia beneran karyawan di perusahaan tempat dia kerja. Soal kredit, Yono enggak punya utang, jadi lebih gampang.
Hasilnya, Yono bisa beli rumah dengan ukuran 2 kamar seharga sekitar Rp300 juta. Dia mencicil sekitar Rp2 juta per tahun dengan masa tenor 15 tahun.
Dia bilang enggak sulit mengajukan rumah DP 0 rupiah karena dia karyawan tetap dan enggak punya utang. Tapi dia juga ngerasa kasian sama masyarakat yang penghasilannya lebih rendah, karena mungkin akses mereka ke program ini lebih sulit. Dia bilang, “Ada yang lebih susah lagi, bisa enggak ke Rumah DP Nol Rupiah. Katanya ini kan hunian untuk masyarakat kelas bawah.”