BagusNews.com –
Bank Indonesia (BI) baru saja mengumumkan data mengenai penjualan ritel di Indonesia. Meskipun angka penjualan masih mengalami pertumbuhan positif, namun ada tanda-tanda perlambatan yang terlihat.
Pada bulan Agustus, Indeks Penjualan Riil (IPR) yang mencerminkan penjualan ritel mencapai angka 204,1, mengalami kenaikan sebesar 1,1% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/yoy). Meskipun ada pertumbuhan, ini merupakan angka terendah dalam tiga bulan terakhir.
Untuk bulan September, IPR diperkirakan akan mencapai 200,2, dengan pertumbuhan sebesar 1% year-on-year. Jika perkiraan ini terwujud, maka ini akan menjadi angka terendah dalam empat bulan terakhir.
Selain itu, Bank Indonesia juga merilis hasil Survei Konsumen untuk bulan September 2023. Hasil survei menunjukkan bahwa Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) berada pada angka 121,7.
IKK menggunakan angka 100 sebagai titik referensi, dimana angka di atas 100 menunjukkan optimisme konsumen terhadap perekonomian dalam enam bulan ke depan. Namun, IKK untuk bulan September mengalami penurunan yang signifikan dibandingkan dengan bulan sebelumnya, yaitu sebesar 125,2. Ini merupakan angka terendah sejak bulan Desember tahun lalu, atau dalam kurun waktu sembilan bulan terakhir.
Kedua data ini mencerminkan prospek konsumsi rumah tangga, yang merupakan salah satu pilar penting dalam perekonomian nasional. Konsumsi rumah tangga berkontribusi lebih dari separuh dari Produk Domestik Bruto (PDB) dari sisi pengeluaran.
Terlihat bahwa kenaikan harga bahan makanan, terutama beras, telah berdampak signifikan terhadap daya beli masyarakat. Harga beras memiliki dampak besar karena merupakan salah satu komoditas yang paling banyak dikonsumsi.
Beras menyumbang sebanyak 3,33% dalam Indeks Harga Konsumen (IHK), hanya kalah dari listrik (3,96%) dan bahan bakar minyak (3,78%).
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), harga beras di tingkat eceran pada bulan September 2023 mengalami kenaikan sebesar 5,61% dibandingkan dengan bulan sebelumnya, dan naik sebanyak 18,44% dibandingkan dengan September 2022. Hal ini membuat inflasi beras saat ini mencapai angka tertinggi dalam beberapa tahun terakhir.
Kenaikan harga beras terasa lebih berat bagi masyarakat miskin. BPS mencatat bahwa garis kemiskinan pada bulan Maret adalah sebesar Rp 550.458 per kapita per bulan, dimana Rp 408,522 dari jumlah tersebut adalah garis kemiskinan untuk kebutuhan makanan. Dengan kata lain, 74,21% dari pengeluaran masyarakat miskin digunakan untuk membeli makanan.
Beras juga merupakan komponen terbesar dalam konsumsi masyarakat miskin, dengan kontribusi sebesar 18,98%. Oleh karena itu, jika harga beras naik, maka beban ekonomi masyarakat miskin akan semakin berat.
Kondisi penurunan daya beli ini berpotensi mempengaruhi pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Pertumbuhan ekonomi sebesar 5,31% yang dicapai tahun lalu mungkin sulit untuk diulang tahun ini.
Berdasarkan konsensus pasar yang disusun oleh Bloomberg dengan melibatkan 43 institusi, pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan akan mencapai 5% tahun ini. Sementara itu, Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) memperkirakan pertumbuhan ekonomi akan lebih rendah, yaitu sebesar 4,7%.
OECD juga mencatat bahwa ketergantungan Indonesia pada harga komoditas dan pasar keuangan global membuatnya rentan terhadap perubahan ekonomi global. Meskipun ada perbaikan dalam aspek fundamental ekonomi, tekanan di pasar masih berpotensi menimbulkan ketidakstabilan ekonomi, sebagaimana yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir.