BagusNews.com –
Injeksi dana segar berupa Penyertaan Modal Negara (PMN) untuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Joko Widodo (Jokowi) menunjukkan perbedaan yang mencolok dalam hal jumlahnya.
Awalil Rizky, seorang ekonom utama di PT Permodalan BMT Ventura, mengungkapkan bahwa total PMN selama masa pemerintahan SBY dari tahun 2005 hingga 2014 mencapai Rp46,98 triliun.
Sementara itu, jumlah PMN yang diberikan kepada BUMN selama masa pemerintahan Jokowi dari tahun 2015 hingga 2024 mencapai Rp355,72 triliun. Jumlah ini bahkan lebih dari 7 kali lipat dari PMN yang diberikan pada masa pemerintahan SBY.
Menurut data yang dihimpun, PMN yang dialokasikan untuk BUMN dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2024 mencapai Rp30,7 triliun. Jumlah ini meningkat dari usulan awal, termasuk peningkatan PMN untuk PT Hutama Karya dari Rp12,5 triliun menjadi Rp18,6 triliun.
Selain itu, PT Wijaya Karya juga menerima tambahan PMN sebesar Rp6 triliun, yang sebelumnya tidak masuk dalam perencanaan awal.
“Total PMN selama masa pemerintahan Jokowi [Rp355,72 triliun] jauh melampaui periode pemerintahan SBY [Rp46,98 triliun],” tulis Awalil dalam akun media sosial pribadinya, @AwalilRizky, pada Minggu (24/9/2023).
Dalam hal peruntukan PMN, pada masa pemerintahan SBY, PT Jamkrindo atau Jaminan Kredit Indonesia secara rutin menerima dana segar dari pemerintah. Hal ini terkait dengan peningkatan risiko kredit program Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang dijalankan oleh pemerintah, dan risiko ini ditanggung oleh Jamkrindo dan Askrindo.
Berdasarkan data yang dihimpun dari Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) dan Kementerian Keuangan, PT Jamkrindo adalah salah satu perusahaan yang secara rutin menerima PMN dari pemerintah selama periode tersebut. Pada tahun 2009, Jamkrindo menerima PMN sebesar Rp250 miliar, yang kemudian meningkat menjadi Rp900 miliar pada tahun berikutnya. Pada tahun 2011, PMN yang diterima oleh Jamkrindo mencapai Rp1,2 triliun dari total PMN sebesar Rp9,29 triliun pada saat itu.
Jamkrindo juga menerima PMN dari pemerintah pada tahun 2012 sebesar Rp1,17 triliun dan Rp1,2 triliun pada tahun 2013. Pada tahun terakhir masa pemerintahan SBY, yaitu pada tahun 2014, Jamkrindo menerima Rp1,3 triliun dari total PMN sebesar Rp3 triliun. Sisa dari PMN tersebut dialokasikan untuk PT Asuransi Kredit Indonesia (Persero) sebesar Rp700 miliar dan PT Saran Multigriya Finansial (SMF) sebesar Rp1 triliun.
Di sisi lain, pada masa pemerintahan Jokowi yang mengalami peningkatan pembangunan infrastruktur yang besar, BUMN seperti PT Hutama Karya (HK) secara rutin masuk dalam daftar penerima PMN. Selama masa transisi dari periode satu ke periode dua pemerintahan Jokowi pada tahun 2019, HK menerima PMN sebesar Rp10,5 triliun. Pada tahun 2020, HK menerima total PMN sebesar Rp11 triliun. Kemudian pada tahun 2021, HK menerima PMN utama sebesar Rp6,2 triliun dengan tambahan sebesar Rp9 triliun.
Pada tahun 2022, HK menerima PMN sebesar Rp23,85 triliun, sementara pada tahun 2023, HK dialokasikan untuk menerima PMN sebesar Rp28,9 triliun. Adapun pada tahun 2024, HK akan menerima alokasi PMN sebesar Rp18,6 triliun. Sebelumnya, Direktur Eksekutif Segara Institute, Piter Abdullah Redjalam, telah mencatat perbedaan signifikan dalam peruntukan PMN di dua masa kepemimpinan tersebut.
Piter menjelaskan bahwa Jokowi menggunakan BUMN untuk membangun infrastruktur karena swasta tidak mampu mengatasi tugas tersebut. Banyak proyek pembangunan jalan tol yang dikerjakan oleh swasta mengalami keterlambatan bertahun-tahun. Tentu saja, untuk melaksanakan penugasan ini, diperlukan dukungan modal yang kuat. Namun, meskipun PMN sebesar itu telah diberikan, PMN tersebut tetap tidak cukup untuk menutup kebutuhan keuangan BUMN itu sendiri.
“Biaya pembangunan yang harus ditanggung oleh BUMN jauh lebih besar. PMN menjadi tidak mencukupi. Keuangan BUMN, terutama BUMN Karya, masih menghadapi masalah serius,” tambahnya.
Pada tahun terakhir pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin, Kementerian Keuangan merencanakan untuk menyalurkan investasi sebesar Rp30,7 triliun pada tahun 2024. Rincian investasi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024 termasuk PMN sebesar Rp18,6 triliun untuk PT Hutama Karya (Persero), yang akan digunakan untuk melanjutkan proyek Jalan Tol Trans Sumatra (JTTS) yang sebelumnya dipegang oleh Waskita Karya.
Selain itu, PT Sarana Multigriya Finansial (Persero) akan menerima PMN sebesar Rp1,89 triliun, dan PT Len Industri (Persero) akan mendapatkan PMN sebesar Rp649,2 miliar. PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (Persero) akan menerima Rp3,56 triliun untuk menyelesaikan polis Jiwasraya, sementara PT Wijaya Karya (Persero) akan mendapatkan Rp6 triliun karena terlibat dalam proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung.