BagusNews.com –
Kepercayaan pada makhluk halus merupakan mitos yang telah berkembang dan menjadi bagian dari kebudayaan masyarakat. Tidak jarang, makhluk halus ini menjadi bahan penelitian antropolog. Salah satu makhluk halus yang pernah diteliti adalah tuyul.
Antropolog asal Amerika Serikat Clifford Geertz pernah memasukkan Tuyul sebagai bagian dari penelitiannya tentang agama masyarakat di Jawa. Geertz menganggap bahwa sebagian masyarakat Jawa percaya pada makhluk halus seperti tuyul, tetapi ia tidak membahas apakah makhluk halus tersebut nyata atau hanya karangan belaka.
Dalam bukunya yang berjudul ‘Agama Jawa: Abangan, Santri, Priyayi dalam Kebudayaan Jawa’, Geertz mendeskripsikan bagaimana masyarakat Jawa mempercayai tiga jenis makhluk halus yang utama yaitu memedi, lelembut, dan tuyul. Geertz mendefinisikan tuyul sebagai makhluk halus anak-anak yang tidak menganggu orang, tetapi membantu manusia menjadi kaya.
Geertz melakukan wawancara dengan sejumlah narasumber di Mojokuto atau Pare, Kediri. Salah satu narasumber itu mengatakan bahwa orang yang ingin berhubungan dengan tuyul harus berpuasa dan bersemadi. Orang tersebut harus membuat perjanjian dengan setan, supaya tuyul mau menerima tawarannya. Bila kesepakatan itu tercapai, orang itu bisa mempekerjakan tuyul untuk kepentingannya sendiri. Tuyul juga tidak jarang mencuri padi di desa-desa.
Geertz menyamarkan nama daerah tempat dirinya melakukan penelitian dengan alasan tertentu. Belakangan diketahui bahwa Mojokuto yang dimaksud oleh Geertz sebenarnya adalah Pare, Kediri. Clifford Geertz memilih nama Mojokuto demi melindungi responden yang ada di Pare. Pada tahun 1950-an, kondisi politik Indonesia sedang tidak stabil dan Geertz memilih untuk menyembunyikan nama daerah dalam konteks penelitiannya.