BagusNews.com –
Selama berabad-abad, hubungan akrab telah terjalin antara penduduk Armenia dengan Rusia. Namun, saat ini hubungan kedua negara tengah mengalami tekanan yang signifikan.
Terganggunya hubungan ini dimulai sekitar satu setengah tahun yang lalu ketika Rusia, yang sedang terlibat dalam krisis di Ukraina, tidak dapat memberikan dukungan yang signifikan kepada Armenia. Terutama, Armenia merasa tertekan oleh Azerbaijan yang semakin meningkatkan tekanan terhadap mereka.
Dalam dua minggu terakhir, ketegangan ini mencapai puncaknya. Pemerintah Armenia yang dipimpin oleh Perdana Menteri Nikol Pashinyan mengambil beberapa langkah demonstratif yang mengecam dan menjauhkan diri dari Rusia.
Hal yang lebih mencolok adalah keputusan Armenia untuk melakukan latihan militer bersama pertama kalinya, dimulai pada tanggal 11 September 2023. Meskipun latihan ini tidak besar dan hanya melibatkan 85 personel militer Amerika Serikat, ini merupakan pesan yang sangat jelas kepada Moskow. Beberapa media Rusia bahkan menyebut bahwa Pashinyan secara terang-terangan mengubah arah politik negara untuk lebih berorientasi ke Barat.
Latihan militer ini, yang dikenal sebagai Eagle Partner 2023, berlangsung di Armenia dan akan berakhir pada tanggal 20 September. Secara militer, latihan ini mungkin tidak memiliki dampak besar, karena lebih berfokus pada misi penjaga perdamaian. Namun, para analis melihatnya sebagai tanda yang sangat penting, terutama mengingat bahwa Armenia awal tahun ini menolak untuk berpartisipasi dalam latihan yang diadakan oleh Organisasi Perjanjian Keamanan Kolektif (CSTO).
Latihan tersebut bisa diartikan sebagai pesan dari Armenia kepada Azerbaijan dan Rusia, menunjukkan bahwa mereka memiliki lebih banyak pilihan dan mendekati negara-negara sahabatnya. Namun, Bob Hamilton, mantan atase pertahanan Amerika di Kaukasus, menekankan bahwa Amerika Serikat memiliki keterbatasan dalam kepentingan keamanannya di Armenia, dan mereka tidak sedang mencoba untuk terlibat dalam peran mitra militer utama bagi Armenia.
Armenia terus memberikan sinyal keras terkait hubungannya dengan Rusia, yang tampaknya dirancang untuk menarik perhatian dunia internasional. Salah satu tindakan yang mencolok adalah pengiriman bantuan kemanusiaan ke Ukraina oleh istri Perdana Menteri Pashinyan, Anna Hakobian, yang secara pribadi dikirimkan kepada Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskiy, yang merupakan musuh utama Moskow.
Perubahan ini, meskipun simbolis, merupakan perubahan dramatis. Sebelumnya, Armenia berusaha untuk tidak terlibat dalam konflik Rusia-Ukraina, tidak mengkritik invasi Rusia atau mendukungnya. Tetapi tindakan Armenia ini memicu respons keras dari Kementerian Luar Negeri Rusia, yang memanggil duta besar Armenia untuk memberikan protes terkait apa yang disebut Rusia sebagai dukungan kepada rezim Nazi di Kyiv.
Selain itu, sejumlah pejabat tinggi Armenia juga memberikan kritik tajam terhadap Rusia. Pashinyan, dalam wawancara dengan surat kabar Italia, menyatakan bahwa ketergantungan pada Rusia adalah kesalahan strategis. Hal ini menciptakan ketegangan yang semakin meningkat dalam hubungan bilateral.
Armenia juga menyatakan niatnya untuk meratifikasi Statuta Roma, sebuah perjanjian tahun 1998 yang mendirikan Pengadilan Kriminal Internasional. Langkah ini akan membuat Armenia wajib menangkap Presiden Rusia Vladimir Putin, yang dicari oleh pengadilan yang berbasis di Den Haag. Rusia merespon dengan keras terhadap langkah ini, memperingatkan tentang dampak serius jika Armenia mengakui yurisdiksi Pengadilan Pidana Internasional.
Meskipun hubungan Armenia dengan Rusia telah kuat selama bertahun-tahun, situasi terkini menunjukkan bahwa Armenia sedang mencari alternatif dalam kebijakan luar negerinya. Mereka ingin mengurangi ketergantungan pada Rusia, terutama ketika situasi keamanan mereka semakin kompleks dan dukungan eksternal menjadi semakin penting.
Dalam konteks ini, Armenia telah memulai diversifikasi hubungan internasionalnya. Mereka telah memperkuat hubungan dengan India sebagai sumber senjata alternatif, karena pasokan senjata dari Rusia berkurang akibat konflik di Ukraina. Armenia juga menjalin hubungan yang lebih erat dengan Iran di selatan, dengan harapan bahwa Teheran akan membantu melindungi wilayah Armenia dari ancaman Azerbaijan.
Selain itu, Armenia telah memperkuat hubungan dengan negara-negara Barat, terutama Uni Eropa. Mereka menyambut pemantau perbatasan Uni Eropa dan bahkan merekrut mantan sekretaris jenderal NATO, Anders Fogh Rasmussen, sebagai pelobi yang mendukung jaminan keamanan Amerika dan bantuan militer Eropa.
Meskipun Armenia tidak sepenuhnya akan meninggalkan Rusia, upaya ini menunjukkan bahwa mereka ingin memiliki lebih banyak pilihan dalam kebijakan luar negeri mereka dan tidak terlalu bergantung pada Moskow. Seiring waktu, perkembangan ini dapat memiliki dampak yang signifikan pada dinamika geopolitik di kawasan tersebut, dengan Armenia mencari perhatian dari berbagai aktor internasional. Di sisi lain, Rusia juga tengah membentuk aliansi baru untuk mendukung kepentingan perangnya, sehingga Armenia harus berhati-hati dalam menjalani perubahan dalam hubungannya dengan Moskow.