BagusNews.com –
Kabar tentang kekalahan telak pesawat tempur J-11 (Sukhoi Su-27SK) Angkatan Udara China dari Saab Gripen C Angkatan Udara Thailand dalam sebuah latihan tempur jarak dekat telah menjadi perbincangan hangat di dunia alat pertahanan nasional. Meskipun berita tersebut terdengar subyektif, fakta bahwa Gripen C, yang awalnya dianggap sebagai pesaing lemah, mampu mengalahkan J-11, menjadi hal menarik mengingat Gripen C sedang dipertimbangkan untuk digunakan sebagai pengganti F-5E/F Tiger II Angkatan Udara Indonesia.
Dalam peristiwa tersebut, Angkatan Udara Thailand (Royal Thailand Air Force) dan Angkatan Udara China (People’s Liberation Army Air Force) secara rutin mengadakan latihan bersama yang dikenal dengan nama Falcon Strike 2015. Latihan ini berlangsung pada 12 hingga 30 November 2015 di Pangkalan Udara Korat, Thailand. Dalam latihan tersebut, Thailand menggunakan pesawat F-16 dan JAS-39C, sementara China, yang dipimpin oleh Mayjen Mao Liang Long sebagai Deputi Kepala Staf Angkatan Udara Kawasan Militer Guangzhou, membawa J-10 dan enam Su-27/J-11.
Pesawat Su-27/J-11 berasal dari Skuadron ke-6, Divisi ke-2, Kawasan Militer Guangzhou. Dua pesawat pengangkut Il-76 dari Divisi Angkutan ke-13 juga turut serta. Pesawat JAS-39 Gripen C yang digunakan oleh Angkatan Udara Thailand dalam latihan ini didampingi oleh tim teknis dari Saab dan Angkatan Udara Swedia, mengingat latihan ini juga mencakup pertukaran pilot antara kedua negara.
Yang menarik perhatian adalah munculnya laporan tak resmi dalam bentuk bocoran informasi dari sumber internal, yang kemudian dirangkum dan diterbitkan dalam majalah bergengsi Air Force Monthly edisi Mei 2016 yang ditulis oleh wartawan Analayo Korsakul. Selain itu, berita tentang peristiwa ini juga ramai diperbincangkan di Indonesia melalui postingan di blog thaimilitaryandasianregion.wordpress.com.
Hebohnya peristiwa ini terjadi ketika Gripen C mampu mengalahkan J-11 China dalam skenario dogfight satu lawan satu dengan skor fantastis 4-0. Berita ini menarik perhatian karena sebelumnya J-11 (versi Cina dari Sukhoi Su-27) dianggap lebih unggul dalam duel tersebut. J-11 memiliki mesin yang lebih kuat, kapasitas senjata yang lebih besar, dan jangkauan yang lebih luas, memberikan keunggulan pada J-11 dalam teori.
Namun, dalam briefing sebelum latihan, pilot-pilot Gripen Thailand tidak diharuskan untuk memenangkan pertarungan. Tujuan latihan bagi Thailand adalah untuk melakukan evaluasi dan mencari kelemahan pada sistem senjata dari Blok Timur, seperti J-10 dan Su-27/J-11. Pilot-pilot Thailand mengakui kehebatan pilot China, tetapi versi J-11 yang mereka bawa dalam latihan tersebut terlihat masih menggunakan sistem analog yang tertinggal jauh dibandingkan dengan avionik Gripen C Thailand yang telah menggunakan avionik terbaru, termasuk Helmet Mounted Sight.
Keunggulan ini terutama terlihat dalam skenario dogfight, di mana pilot Gripen dapat melakukan penargetan tanpa harus mengarahkan pesawat secara langsung ke target. Reaksi pilot Gripen juga lebih baik dibandingkan dengan pilot J-11. Keunggulan yang sama juga terlihat dalam simulasi pertempuran BVR (Beyond Visual Range). Dengan demikian, pesawat Sukhoi Su-27 yang seharusnya memiliki keunggulan sebagai pesawat superioritas udara dapat dikalahkan oleh Gripen yang hanya menggunakan satu mesin.
Yang menarik, setelah peristiwa tersebut, baik pihak Angkatan Udara Thailand maupun Angkatan Udara China tidak secara resmi mengumumkan hasil latihan tersebut. Bahkan, Angkatan Udara China meminta agar berita tentang latihan tersebut tidak diberitakan oleh media, tidak ada konferensi pers, dan akses informasi bagi para wartawan ditutup sepenuhnya. Seluruh personel Angkatan Udara China juga tidak diizinkan meninggalkan Pangkalan Udara Korat.
Kembali ke paragraf awal, meskipun berita ini menarik, namun keberhasilan Gripen masih memiliki sifat subyektif karena tidak ada pengumuman resmi yang dikeluarkan. Pernyataan tentang kemenangan salah satu pihak dalam sebuah latihan sering kali bersifat subyektif, terutama dalam latihan udara, karena setiap pihak memiliki kepentingan, parameter, dan pandangan yang berbeda.
Menanggapi keunggulan Gripen atas J-11, Magnus Hagman, Campaign Director Gripen and Airborne System Saab Asia Pacific, mengatakan, “Gripen adalah generasi jet tempur multirole dengan teknologi terbaru. Pesawat ini menawarkan efektivitas tempur tinggi yang memungkinkan pilot menggunakan taktik yang lebih unggul.” Magnus sendiri merupakan mantan pilot Gripen Angkatan Udara Swedia.
Secara singkat, J-11 (Sukhoi Su-27) adalah versi lokal dari Su-27 yang dibeli oleh China dalam bentuk kit sebanyak 200 pesawat. Namun, China berhasil melakukan reverse engineering dan memproduksi J-11 secara lokal, termasuk mesin Woshan WS-10A Taihang yang menggantikan mesin Lyulka AL-31F dari Rusia.
Menurut informasi dari Wikipedia.org, J-11 diproduksi oleh Shenyang Aircraft Corporation. Desain J-11 didasarkan pada Sukhoi Su-27SK, yang juga digunakan oleh Angkatan Udara Indonesia dalam Skadron Udara 11. China memiliki harapan besar terhadap pesawat tempur ini, dengan tujuan mengungguli pesawat tempur F-15 Eagle yang digunakan oleh Amerika Serikat dan Jepang. Sejak penerbangan perdananya pada tahun 1998, Shenyang Aircraft Corporation telah memproduksi berbagai versi J-11, termasuk J-11A, J-11B, J-11BS (versi kursi tandem).