BagusNews.com –
Bank sentral di seluruh dunia tengah waspada terhadap gejolak sektor perbankan terutama setelah jatuhnya Silicon Valley Bank dan Signature Bank di Amerika Serikat (AS) serta akuisisi Credit Suisse oleh UBS. Pejabat bank sentral di seluruh dunia juga menilai bahwa tekanan di sektor perbankan berpotensi memicu krisis kredit.
Berita ini dilaporkan oleh Reuters pada Senin (27/3/2023). Beberapa indikator tekanan terhadap pasar keuangan muncul pekan lalu, seperti euro yang jatuh terhadap dolar AS, imbal hasil obligasi pemerintah zona euro yang merosot, dan biaya asuransi terhadap gagal bayar bank yang melonjak meskipun ada jaminan dari para pembuat kebijakan.
Untuk menenangkan para investor, Departemen Keuangan AS mengatakan bahwa sistem perbankan AS sehat dan tangguh. Namun, Presiden The Fed Wilayah Minneapolis Neel Kashkari mengatakan bahwa tekanan di sektor perbankan masih harus dipantau dengan sangat cermat karena dapat memperlambat perekonomian.
Sementara itu, Wakil Presiden ECB Luis de Guindos percaya bahwa gejolak sektor perbankan baru-baru ini dapat menekan tingkat pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Saham Deutsche Bank dari Jerman juga turun 8,5 persen pada hari Jumat dan biaya untuk mengasuransikan obligasi terhadap risiko gagal bayar melonjak tajam.
Kepala penasihat ekonomi grup di UniCredit di London, Erik Nielsen, mengatakan bahwa bank-bank sentral seharusnya tidak memisahkan kebijakan moneter dari stabilitas keuangan di saat meningkatnya kekhawatiran terhadap krisis keuangan yang meluas.
Meskipun ada upaya-upaya dari para politisi, bank sentral, dan para regulator untuk meredakan kekhawatiran, turbulensi di antara saham-saham perbankan di kedua sisi Atlantik berlanjut hingga akhir minggu. Neel mengatakan bahwa sampai saat ini masih terlalu dini untuk membuat prediksi mengenai pertemuan FOMC berikutnya.