BagusNews.com –
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa situasi perekonomian global tahun ini lebih buruk daripada tahun 2022. Ia menjelaskan beberapa masalah yang dihadapi dunia, mulai dari geopolitik hingga rantai pasok.
“Sangatlah jelas bahwa pemulihan ekonomi di tahun 2023 tidak mudah di seluruh dunia,” ujar Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama Badan Anggaran di Gedung DPR RI, Jakarta Pusat, pada hari Senin, 10 Juli 2023.
Menteri Keuangan tersebut menjelaskan bahwa ketika pandemi Covid-19 mulai mereda, dunia dihadapkan pada situasi gangguan dalam rantai pasok. Hal ini disebabkan oleh ketidakmampuan produsen untuk memenuhi permintaan. Selain itu, konflik antara Rusia dan Ukraina juga memperburuk situasi dan mendorong kenaikan inflasi di seluruh dunia.
Lebih lanjut, Sri Mulyani menyebut bahwa negara-negara maju telah mengambil langkah untuk menaikkan suku bunga acuan. Dampaknya adalah gejolak di pasar keuangan. Situasi ini juga tergambar dalam proyeksi pertumbuhan ekonomi global tahun 2023 oleh beberapa lembaga internasional.
“IMF, Bank Dunia, dan OECD semuanya menunjukkan adanya pelemahan yang signifikan pada tahun 2023 dibandingkan dengan tahun 2021 dan 2022,” ungkap Sri Mulyani.
Menurutnya, pelemahan global juga terlihat dari sisi perdagangan yang tidak mengalami peningkatan signifikan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Diperkirakan pertumbuhan perdagangan global tahun ini hanya sebesar 2,4 persen, lebih rendah daripada tahun sebelumnya yang mencapai 5,1 persen.
“Pelemahan perdagangan global ini perlu diantisipasi karena akan berdampak pada kinerja ekonomi Indonesia,” jelas Sri Mulyani.
Sri Mulyani juga menyebutkan mengenai inflasi, bahwa trennya memang mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya. Namun, bagi negara-negara maju, tingkat inflasi tersebut masih cukup tinggi.
Contohnya adalah Amerika Serikat dengan tingkat inflasi sebesar 4 persen. Padahal, menurutnya, biasanya inflasi di negara tersebut hanya berkisar antara 1-2 persen saja. “Inflasi di berbagai negara maju biasanya berada pada kisaran angka 2 persen,” tambah Sri Mulyani.