BagusNews.com –
Pemerintah Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) mulai memberlakukan pajak bagi perusahaan-perusahaan digital asing. Pajak yang dikenakan adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 11% dari harga jual produk atau layanan yang diberikan kepada konsumen di Indonesia.
Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Google, Facebook, dan Netflix merupakan tiga perusahaan digital asing yang telah membayar pajak paling besar di Indonesia. Hingga akhir September 2023, total pajak yang dibayarkan oleh ketiga perusahaan tersebut adalah sebesar Rp4,43 triliun.
Google menjadi perusahaan digital asing yang membayar pajak paling besar di Indonesia, dengan nilai sebesar Rp2,18 triliun. Disusul oleh Facebook dengan nilai pajak sebesar Rp1,2 triliun, dan Netflix dengan nilai pajak sebesar Rp950 miliar.
Pembayaran pajak dari perusahaan-perusahaan digital ini tentu menjadi kabar baik bagi pemerintah Indonesia. Pasalnya, pajak tersebut dapat digunakan untuk membiayai pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.
Namun, di tengah kabar baik tersebut, terdapat kabar yang kurang sedap. Pada tanggal 10 November 2023, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa haram untuk penggunaan aplikasi Google, Facebook, dan Netflix.
Fatwa tersebut dikeluarkan karena MUI menilai bahwa aplikasi-aplikasi tersebut mendukung Israel dalam konflik Israel vs Palestina. MUI menilai bahwa aplikasi-aplikasi tersebut menyediakan informasi yang tidak adil dan bias terhadap Palestina.
Fatwa MUI ini tentu menimbulkan pertanyaan, apakah pajak yang dibayarkan oleh Google, Facebook, dan Netflix di Indonesia akan tetap diterima oleh pemerintah?
Menurut Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo, pajak yang dibayarkan oleh perusahaan-perusahaan digital asing tersebut tetap akan diterima oleh pemerintah. Pasalnya, pajak tersebut merupakan kewajiban yang harus dibayarkan oleh perusahaan-perusahaan tersebut.
“Pajak yang dibayarkan oleh perusahaan-perusahaan digital asing tersebut adalah pajak atas barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia,” kata Suryo Utomo.
Suryo Utomo menambahkan, pemerintah Indonesia akan terus berkoordinasi dengan MUI untuk membahas fatwa haram tersebut. Pemerintah akan berusaha untuk mencari solusi yang dapat diterima oleh kedua belah pihak.
“Pemerintah akan berupaya untuk melakukan mediasi dengan MUI untuk mencari solusi yang terbaik,” kata Suryo Utomo.
Di sisi lain, MUI juga mengatakan bahwa mereka akan terus berdialog dengan pemerintah untuk mencari solusi yang dapat diterima oleh kedua belah pihak. MUI berharap bahwa pemerintah dapat memberikan solusi yang dapat melindungi masyarakat dari informasi yang bias dan tidak adil.
“MUI akan terus berdialog dengan pemerintah untuk mencari solusi yang terbaik,” kata Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah KH Muhammad Cholil Nafis.
Sebagai penutup, fatwa haram dari MUI tersebut tentu menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah Indonesia. Pemerintah harus bisa mencari solusi yang dapat diterima oleh kedua belah pihak, yakni pemerintah dan MUI.
Pemerintah Indonesia memiliki dua pilihan dalam menyikapi fatwa haram dari MUI tersebut. Pertama, pemerintah dapat tetap menerima pajak dari Google, Facebook, dan Netflix. Kedua, pemerintah dapat menolak pajak dari perusahaan-perusahaan tersebut.
Jika pemerintah memilih untuk tetap menerima pajak, maka pemerintah harus bisa meyakinkan masyarakat bahwa pajak tersebut akan digunakan untuk kepentingan yang positif, seperti pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.
Jika pemerintah memilih untuk menolak pajak, maka pemerintah harus bisa memberikan solusi yang dapat melindungi masyarakat dari informasi yang bias dan tidak adil.