BagusNews.com –
Produsen ternak di negara bagian Australia Barat dan Queensland sangat terpukul akibat penangguhan impor sapi oleh Pemerintah Indonesia secara tiba-tiba dengan alasan ditemukannya penyakit kulit menggumpal (LSD) pada ternak yang dikirim dari Australia.
Larangan impor tersebut dikenakan terhadap fasilitas ekspor Peternakan Carlton Hill milik Consolidated Pastoral Company (CPC), yang berlokasi sekitar 30 kilometer dari Kununurra di Australia Barat. Sementara itu, fasilitas pelelangan ternak Dalrymple di Charters Towers, Queensland Utara, juga terkena larangan.
Tempat ekspor di Carlton Hill merupakan tempat pengiriman utama untuk mendukung ekspor dari Pelabuhan Wyndham.
Dokter hewan Peter Letchford yang berbasis di Kununurra telah memantau wabah LSD di Australia utara sejak virus tersebut pertama kali dilaporkan pada ternak di Indonesia pada Maret 2022.
Letchford menegaskan bahwa hampir tidak mungkin wabah virus LSD yang ditemukan pada sapi impor di Indonesia berasal dari empat fasilitas ekspor Australia tanpa terdeteksi di Australia.
“Tidak mungkin hal itu terjadi karena akan berarti wabah LSD yang luas telah terjadi di Australia utara tahun ini. Ini sangat tidak mungkin,” tegasnya.
Penyakit LSD ditularkan oleh serangga, dan perhatian utama adalah karena kedekatan geografis antara Indonesia dan Australia.
“Mengingat musim angin kencang selama tiga hingga empat bulan ini, sangat tidak mungkin adanya serangan serangga dari Indonesia ke wilayah utara Australia,” jelasnya.
Letchford menambahkan bahwa mereka telah melakukan pengujian dan berkomitmen untuk meyakinkan mitra dagang mereka di Indonesia terkait keamanan ternak yang diekspor.
Ketua Indonesian Institute, Ross Taylor, menyebut larangan impor sapi Australia ini berkaitan dengan isu politik yang lebih luas.
Ia menyatakan bahwa industri ekspor sapi cenderung dilihat sebagai transaksi satu arah, “Kami menjual, Anda membeli,” tanpa terjalinnya kemitraan yang sejati.
Selain itu, rekor harga sapi Australia yang mencapai tertinggi dalam beberapa tahun terakhir juga menjadi faktor yang perlu dipertimbangkan. Kenaikan harga tersebut menciptakan tekanan besar bagi masyarakat kelas menengah bawah di Indonesia dan menjadi masalah domestik dan politik di sana.
Ross menambahkan bahwa ketidakpastian Indonesia tentang masa depan ekspor ternak Australia turut menciptakan ketegangan dalam hubungan perdagangan kedua negara.
Larangan impor sapi Australia juga berdampak di tempat pelelangan Dalrymple di Charters Towers, Queensland Utara.
Saleyard tersebut, yang dimiliki dan dioperasikan oleh Charters Townsville Regional Council, telah memastikan bahwa fasilitas tersebut bebas dari penyakit LSD.
Meskipun demikian, Queensland tidak memiliki pilihan lain untuk mengekspor sapi hidup selain melalui dua fasilitas dengan akreditasi ekspor sapi, yaitu Dalrymple dan Sugarbag di Mt Garnet. Namun, hanya Dalrymple yang mengirim sapi ke Indonesia.
Peternak menghadapi kekhawatiran terhadap dampak jangka panjang dari larangan impor ini. Ketidakjelasan mengenai batas waktu penangguhan membuat industri ekspor ternak tidak dapat bertahan terlalu lama.
Pihak otoritas di Charters Towers berusaha mengembangkan rencana induk untuk memisahkan fasilitas pelelangan Dalrymple, baik dari sudut pandang biosekuriti maupun operasional.
Situasi ini juga menyoroti pentingnya membangun hubungan kemitraan yang kuat antara Indonesia dan Australia dalam perdagangan ternak, dan menjamin keamanan dan kualitas ternak yang diekspor.