BagusNews.com –
Dalam sebuah artikel, Dokter spesialis paru dari Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI)-RSUP Persahabatan, dr. Sita Laksmi Andarini, menyatakan bahwa efek buruk rokok baru akan dirasakan dalam waktu 10 hingga 20 tahun ke depan.
Sita menjelaskan bahwa tembakau dalam rokok berbahaya karena mengandung nikotin yang bersifat adiktif dan tar yang bersifat karsinogenik atau memicu kanker.
“Nikotin masuk ke tubuh, dihisap, masuk ke dalam peredaran darah, dan masuk ke otak. Di otak, terdapat reseptor yang kemudian meningkatkan dopamin. Ketika dopamin meningkat, orang yang merokok merasa enak, nyaman, dan bisa tidur. Namun, ketika dopamin turun, mereka langsung merasa gelisah dan marah. Itulah sebabnya orang yang merokok sulit berhenti karena ketergantungan nikotin,” ujar Sita seperti yang dikutip oleh Antara Rau pada tanggal 31 Mei 2023.
Dia juga mengatakan bahwa asap rokok mengandung 4.000 zat kimia, dengan 60 di antaranya bersifat karsinogenik. Oleh karena itu, orang yang merokok memiliki risiko lebih tinggi terkena kanker paru atau meninggal akibat kanker tersebut dibandingkan dengan orang yang tidak merokok.
Di Indonesia sendiri, berdasarkan data Global Cancer Observatory (GLOBOCAN) tahun 2021, kanker paru merupakan jenis kanker terbanyak ketiga dan penyebab nomor satu kematian akibat kanker.
Lebih lanjut, Sita mengingatkan bahwa asap rokok tidak hanya berbahaya bagi perokok aktif, tetapi juga bagi orang lain, baik yang sengaja maupun tidak sengaja menghirupnya. Asap rokok ini dikenal dengan istilah “secondhand smoke”.
Menurutnya, residu asap rokok yang menempel di permukaan seperti baju, sofa, dan benda-benda lainnya, yang dikenal sebagai “third-hand smoke”, juga berbahaya.
“Risiko perokok aktif mengalami kanker paru adalah 13,6 kali lipat dibandingkan dengan yang tidak merokok, sedangkan risiko bagi perokok pasif adalah empat kali lipat,” tutur Sita.
Oleh karena itu, Sita menganjurkan agar menghentikan kebiasaan merokok sebagai salah satu upaya pencegahan kanker paru.
“Memang ini adalah masalah yang sangat berat. Ada klinik berhenti merokok, tapi tetap susah. Sehingga memang motivasinya harus dari diri sendiri, karena buktinya, saat puasa saja bisa berhenti merokok selama 12 jam,” pungkasnya.