BagusNews.com –
Seorang peneliti klimatologi dari Pusat Iklim dan Atmosfer Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) di Bandung, Erma Yulihastin, mengungkapkan bahwa Indonesia sedang mengalami musim kemarau basah. Kejadian ini terjadi bersamaan dengan penguatan fase El Nino, yang dapat menyebabkan kemarau menjadi lebih panjang dan kering. “Saat ini, itulah yang terjadi di Indonesia,” ujarnya pada Jumat, 7 Juli 2023.
Menurut Erma, tingkat ketidakpastian dan ketidakteraturan yang semakin tinggi menyebabkan dinamika atmosfer menjadi semakin tidak teratur, mempengaruhi cuaca dan menjadikan musim tidak menentu. Meskipun saat ini seharusnya merupakan musim kemarau, Erma menyatakan bahwa hujan masih sering terjadi di wilayah Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan sebagian barat Jawa. “Bahkan beberapa hari ini telah terjadi banjir di berbagai wilayah Sumatra,” katanya.
Erma menjelaskan bahwa kemarau basah yang terjadi pada tahun 2023 disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk adanya dinamika vorteks atau pusaran angin di Samudra Hindia di sekitar khatulistiwa dekat Sumatra. Kondisi ini mengakibatkan adanya anomali angin barat yang membawa kelembaban dari Samudra Hindia menuju wilayah Indonesia.
Selain itu, suhu permukaan laut yang hangat di Samudra Hindia dan Laut Jawa menyebabkan awan-awan konvektif terkonsentrasi, sehingga hujan dari Sumatra juga dapat mencapai wilayah Jawa dan Kalimantan.
Erma juga menjelaskan bahwa terdapat interaksi yang kuat antara atmosfer dan laut, sehingga sistem konveksi yang terbentuk di atas Laut Jawa dan selat Karimata dekat Bangka Belitung mengalami perkembangan. “Kondisi ini menyebabkan hujan dari laut mencapai daratan,” ujarnya.
Apakah El Nino tidak lagi efektif dalam mengurangi hujan di Indonesia?
Menurut Erma, selama ini indeks El Nino hanya mempertimbangkan kondisi di wilayah Samudra Pasifik khatulistiwa. “Wilayah dekat Papua tidak dimasukkan sebagai indikator yang lebih mewakili efektivitas dampak El Nino,” katanya. Suhu permukaan laut di sekitar Papua dan Samudra Pasifik masih relatif hangat. Akibatnya, awan dan hujan masih banyak terbentuk di bagian timur Indonesia.
Erma berpendapat bahwa variasi suhu permukaan laut di perairan Indonesia semakin tinggi secara spasial, sehingga diperlukan pembuatan indeks baru yang lebih representatif sebagai acuan dalam memahami kondisi cuaca dan iklim di Indonesia. Tim Variabilitas, Perubahan Iklim, dan Awal Musim dari BRIN telah membuat indeks baru untuk suhu permukaan laut di sektor Sumatra-Jawa di Samudra Hindia dan perairan Banda.
Kondisi di wilayah tersebut dianggap sebagai indikator yang dapat menunjukkan peluang terbentuknya awan dan hujan di Indonesia. Penelitian sebelumnya telah membuktikan bahwa kemarau basah lebih dipengaruhi oleh suhu permukaan laut di dua sektor tersebut. “Kemarau basah selama El Nino kuat tercatat baru pertama kalinya terjadi sejak tahun 2001 di Indonesia, berdasarkan penelitian yang kami lakukan di BRIN.”